Korea Utara vs Korea Selatan: Eskalasi Ketegangan dan Ancaman Nuklir

Redaksi

Korea Utara vs Korea Selatan: Eskalasi Ketegangan dan Ancaman Nuklir


KOREA - Perang Korea yang berkecamuk dari tahun 1950 hingga 1953 secara resmi membagi Semenanjung Korea menjadi dua negara berdaulat, Korea Utara dan Korea Selatan. 


Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai perdamaian, namun hingga saat ini, perdamaian yang memuaskan belum tercapai.


Ketidakstabilan ini menyebabkan kedua negara masih terlibat dalam konflik yang sering terjadi, dengan spekulasi akan terjadinya Perang Korea kedua semakin menguat. 


Ancaman Korea Utara terhadap Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS) dengan serangan nuklir atau yang mereka sebut sebagai "perang pemusnahan" pada tahun 2017 menjadi pemicu ketegangan baru.


Setelah upaya kesepakatan di Hanoi pada Februari 2019 gagal, situasi keamanan di Semenanjung Korea kembali tegang, dilansir dari kompas pada Sabtu (16/3/2024) terutama dengan perkembangan senjata nuklir yang terus berkembang. 


Tensi meningkat pada tahun 2023 ketika Korea Utara meluncurkan satelit mata-mata dan rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat.


Respons dari Korea Selatan atas peluncuran tersebut termasuk penangguhan sebagian perjanjian militer tahun 2018, yang pada gilirannya memperburuk hubungan. 


Kedua belah pihak saling menangguhkan perjanjian tersebut, meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.


Tensi semakin meningkat di awal tahun 2024, dengan Korea Utara mengumumkan janji untuk "memusnahkan" Korea Selatan sebagai respons terhadap provokasi yang dirasakan. 


Aksi provokatif semakin terjadi ketika Korea Utara menembakkan peluru artileri di dekat perbatasan laut yang disengketakan.


Langkah-langkah agresif ini termasuk uji balistik dan uji coba drone bawah air berkemampuan nuklir. Korea Utara juga terus memperkuat hubungan dengan China dan Rusia, menciptakan ketidakstabilan tambahan di kawasan tersebut.


Puncak ketegangan terjadi pada 15 Januari ketika Kim Jong-Un mengumumkan bahwa Korea Utara tidak akan lagi mencari reunifikasi dengan Korea Selatan dan menyebutnya sebagai musuh utama. 


Situasi di Semenanjung Korea semakin memanas dengan perubahan pendekatan Pyongyang yang lebih mengandalkan China dan Rusia.


Para ahli memperkirakan bahwa kedua negara semakin siap untuk konfrontasi, dengan pemimpin baru Korea Selatan menunjukkan sikap yang lebih keras terhadap Korea Utara. 


Dengan kedua belah pihak menutup dialog dan menunjukkan kekuatan militer mereka, prospek perdamaian di Semenanjung Korea semakin suram. (*)


Sumber Nusantaraterkini.co